Spica, 1 Februari 2013
Sungguh, ini memalukan. Meragu tanpa arah akan suatu hal yang belum pasti. Merindu yang terkadang berubah tanpa pegangan. Sebenarnya apa yang salah dengan hati ini? Mengapa terlalu rapuh? Mengapa setiap kata seakan menggoyahkan? Apa yang dirasa hati seakan tumpah, baik ketika berjumpa atau mendengar kisahnya, mereka. Entah mengapa, mereka. Bukannya harusnya dua? Bukan tiga? Pemikiranku salah? Hatiku salah? Aku terlalu lemah? Aku merindu setiap masa dimana aku berjalan dibawah naungan dua yang menjaga, tanpa rasa. Setidaknya menenangkan, dan pada akhirnya aku tak perlu mengalami ragu ini, tak perlu mengalami sakit, dan saling menyakiti seperti ini. Terkadang serasa tak berdaya, tapi aku tak boleh kalah, setidaknya, belum untuk saat ini. Belum bisa. Mungkin nanti? Setiap jalan kedepan masih tertutup kabut pekat, aku tak mampu berjalan mantap, terlalu takut akan kesalahan yang kubuat, terlalu takut dengan apa yang nanti akan kupijak. Satu inginku, semua berubah kembali seperti sedia kala. Bintang yang kembali bersinar, matahari yang bersinar, ceria yang menghampiri. Ah, aku merindu masa lalu.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Crybaby, 14 Februari 2013
Ps: Kamu pernah ingat beberapa hal yang kutulis selalu mengingatkan aku padamu? Bahkan saat ini, waktu mampu menjadi pengingat aku terhadap kamu.
Enam Tiga, (6 Maret 2013)
Bulan ketiga dari dua belas bulan yang berputar, hari keenam. Banyak cerita yang sebenarnya coba dituangkan, tapi ternyata tak mudah. Beberapa cerita lebih menarik disimpan sendiri, beberapa lagi terlalu kaku jariku untuk mencoba menuliskannya. Berbagai harapan hadir di bulan ini, disertai kesiapan atas kekecewaan ataupun penyesalan yang mungkin akan datang di akhir. Saya menikmatinya. Sungguh.
Sungguh, ini memalukan. Meragu tanpa arah akan suatu hal yang belum pasti. Merindu yang terkadang berubah tanpa pegangan. Sebenarnya apa yang salah dengan hati ini? Mengapa terlalu rapuh? Mengapa setiap kata seakan menggoyahkan? Apa yang dirasa hati seakan tumpah, baik ketika berjumpa atau mendengar kisahnya, mereka. Entah mengapa, mereka. Bukannya harusnya dua? Bukan tiga? Pemikiranku salah? Hatiku salah? Aku terlalu lemah? Aku merindu setiap masa dimana aku berjalan dibawah naungan dua yang menjaga, tanpa rasa. Setidaknya menenangkan, dan pada akhirnya aku tak perlu mengalami ragu ini, tak perlu mengalami sakit, dan saling menyakiti seperti ini. Terkadang serasa tak berdaya, tapi aku tak boleh kalah, setidaknya, belum untuk saat ini. Belum bisa. Mungkin nanti? Setiap jalan kedepan masih tertutup kabut pekat, aku tak mampu berjalan mantap, terlalu takut akan kesalahan yang kubuat, terlalu takut dengan apa yang nanti akan kupijak. Satu inginku, semua berubah kembali seperti sedia kala. Bintang yang kembali bersinar, matahari yang bersinar, ceria yang menghampiri. Ah, aku merindu masa lalu.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Crybaby, 14 Februari 2013
Berbanding terbalik dengan satu postingan sebelumnya. Malam ini saya merindu dengan kamu. Betapapun hadir apa yang sempat membuatku agak terpecah hari ini, pada akhirnya malam ini aku menangis karena merindu. Senang melihat ketika dua temanku dijemput oleh kekasihnya. Pun dalam hati aku merasa apa yang dinamakan iri. Dulu seringkali kita seperti ini. Ada beberapa waktu dimana kamu bahkan memaksakan diri. Lemahku yang tak bisa memberi toleransi pada angkutan kota, yang selanjutnya kamu tutup dengan hadirmu. Lemahku untuk berjalan sendiri, selanjutnya kamu tutup dengan kamu yang menemani. Lalu apa lagi kata yang bisa kugambarkan selain merindu? Sesederhana ketika kamu hadir untuk menjemputku, sesederhana ketika kita meluangkan waktu berjalan tak menentu, sesederhana ketika kita menghabiskan makanan bahkan seaneh apapun rasanya. Sederhana yang tak mudah. Aku rindu dengan kebodohan yang kita buat bersama. Aku rindu dengan usahamu bertahan melihat sifatku yang terkadang nyeleneh. Aku rindu dengan cerita-cerita sederhana yang kita hadirkan untuk membunuh waktu. Sepertinya baru sejenak kamu membiarkan aku menikmati Halimun tanpa kamu didekatku. Baru sejenak kamu membiarkanku menghadapi ketakutanku pada dunia sendiri. Baru sejenak kamu membiarkan gelas cappuccino dinginku tak berteman. Mungkin aku terlalu lemah, malam ini bahkan tangisku tumpah. Menyebalkan ketika aku merindu dan kamu jatuh tertidur, ini bahkan masih pukul sembilan. Tapi tak bisa egois bukan? Tak mau mengeluh, tapi apa yang dirasa hati mulai tak mampu aku kendalikan saat ini. Perasaan ini tumpah, liar. Bait lagu, voice notes kamu, surat dari kamu. Ah apalagi yang mampu membuatku menguranginya?
Ps: Kamu pernah ingat beberapa hal yang kutulis selalu mengingatkan aku padamu? Bahkan saat ini, waktu mampu menjadi pengingat aku terhadap kamu.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Bulan ketiga dari dua belas bulan yang berputar, hari keenam. Banyak cerita yang sebenarnya coba dituangkan, tapi ternyata tak mudah. Beberapa cerita lebih menarik disimpan sendiri, beberapa lagi terlalu kaku jariku untuk mencoba menuliskannya. Berbagai harapan hadir di bulan ini, disertai kesiapan atas kekecewaan ataupun penyesalan yang mungkin akan datang di akhir. Saya menikmatinya. Sungguh.
Cukup jauh dari akhir, dimana kamu memutuskan untuk memberiku satu hari untuk melepas rindu. Aku terbiasa menunggu, pun saat ini. Mungkin aku menjadi lebih kuat tanpa disadari? Atau hanya aku yang berpikiran seperti itu. Setidaknya, aku mampu mengurangi tangisku karena rindu. Pun manja dan kerewelan tak henti karena keinginan bertemu. Aku mencoba untuk memahami keadaan. Aku mencoba menyadari beberapa hal yang sebelumnya aku tak ingin peduli. Bahwa jarak tak mampu mengubah rasa. Bahwa waktu tak hanya menjadikan kenangan. Bahwa kehadiran pun tak perlu dipaksakan. Aku terbiasa dengan caraku sendiri menguatkan diri tanpa kamu. Dengan tangis yang kutelan sendiri. Dengan marah yang kunikmati sendiri. Bukan bermaksud kuat tanpa kamu, setidaknya, ini yang perlu kamu mengerti agar tak terlalu khawatir dengan keadaan.
Dan ini untuk putih yang berpendar. Bagaimana rasanya kembali direcoki oleh aku disetiap harimu? Selamat beradaptasi! Aku benci kamuflase, jadi berhenti berkamuflase didepanku. Dan, mungkin benar, kita bisa menjadi apapun, siapapun, kecuali satu. Dan semoga kamu mengerti apa maksudnya.