FIRST TIME NAIK GUNUNG!
13:12Baik, judulnya memang terlalu berlebihan. Hehe.
Sebagai anak yang hanya kenal dengan wisata kota dan pantai (itu pun karena kampung tempat saya mudik berdekatan dengan pantai), gunung terasa sangat asing buat saya. Apalagi, kondisi saya yang tidak kuat dingin dan mudah lelah membuat saya harus sadar diri, naik gunung mungkin hanya akan menyusahkan orang lain di dekat saya.
Tapi ternyata, salah satu kenalan saya saat trip ke Curug, Om Woro mencoba mematahkan pemikiran negatif saya tersebut. Saya masih ingat saat jam makan siang, beliau tiba-tiba menelfon dan menawarkan saya untuk coba naik gunung, "Yuk ikut ke Gunung Parang! Tenang, ini mah aman untuk yang baru pertama coba. Anggap aja latihan untuk naik gunung selanjutnya" katanya. Baiklah, setelah menutup telfon, saya mentransfer uang untuk pembayaran. Lupa kalau saat itu yang saya kenal hanya beliau - dan bahkan, lupa kalau saya tidak ingat kapan dan di mana meeting pointnya. Yang saya kenal mungkin akan bertambah nanti, lupa mepo, bisa tanya lagi. Tidak perlu pusing.
-
Hari Sabtu di minggu yang sama, saya mencoba packing - ini adalah kegiatan yang paling saya tidak suka dan paling menghambat saya untuk travelling. Sepatu gunung, sleeping bag, carrier, dan jaket berserakan, bukan punya saya tentunya, tapi punya seorang teman yang saat saya bilang "Mau naik gunung" langsung datang ke rumah saya dan meminjamkan beberapa peralatannya.
Notifikasi dari grup mulai muncul, pertanda orang-orang sudah mulai jalan ke meeting point, sementara saya masih bingung, apa harus sebanyak ini ya? Bukannya dari hasil googling, Parang ini hanya gunung pendek atau bahkan untuk profesional, bisa dibilang bukit? Sampai akhirnya ada yang mengirimkan foto seorang laki-laki yang membawa tas ransel biasa. Oh, baik. Saya langsung paham apa saja yang perlu saya bawa. Baju ganti, sabun cair, kamera, senter (mengingat senter handphone saya tidak terlalu terang), jas hujan, dompet, hp, dan charger segera saya masukkan ke dalam tas ransel yang biasa saya gunakan untuk kerja. Untuk sepatu, saya memilih membawa sepatu training yang lebih ringan dan muat dimasukkan ke dalam tas dan pergi menggunakan sandal jepit.
Tidak perlu waktu lama bagi saya untuk tiba di meeting point, Stasiun Tanjung Priok. Saat saya datang, beberapa orang sudah berkumpul. Ada sedikit perasaan enggan sebenarnya, saya pun hanya bisa diam dan mengamati, tapi tidak lama, karena mereka mulai menyapa dan mengajak bicara. Tapi yang paling menarik adalah seorang gadis yang juga datang sendiri denganku, namanya Dian, merasa dia menyenangkan, akhirnya sepanjang perjalanan, aku memilih untuk terus dekat dengan dia.
-
Kereta berangkat dari Stasiun Tanjung Priok sekitar pukul 16.00 dengan estimasi sampai di Purwakarta pukul 19.00. Tidak perlu berharap lebih, karena ini jenis kereta yang dikalahkan dan akan berhenti cukup lama di stasiun. Sesampainya di Stasiun Purwakarta, kami diberi waktu istirahat sebelum bertemu lagi pukul 22.00 di Patung Gajah.
Tidak lupa ada kejadian saat saya ingin keluar kereta, di depan saya sudah Dian pun, tiba-tiba bisa terpisah. Saya terus berjalan melewati gerbong sampai akhirnya disapa oleh Kak Helen, yang lalu mengajak saya keluar bersama. Ah, memang benar-benar seperti anak hilang. Setelah bertemu lagi dengan Dian, saya berpisah dengan Kak Helen dan pacarnya. Saya dan Dian lalu bergabung dengan Mba Devi dan Rizki dan mencoba salah satu kuliner khas Purwakarta, Sate Maranggi.
Pukul 22.00, kami sudah berkumpul di Patung Gajah. Tidak jauh dari sana, ada satu mobil truk pasir dan satu mobil pick up yang sudah menunggu. Rupanya, kendaraan ini yang akan membawa kami menuju basecamp Gunung Parang. Kami berempat lalu memutuskan untuk naik ke mobil truk pasir dan menempuh perjalanan sekitar 2 jam.
Sesampainya di basecamp, kami bergegas untuk tidur. Lumayanlah, beristirahat 4 jam sebelum mulai naik pukul 04.00.
Sekitar pukul 03.00, beberapa orang mulai terbangun, termasuk saya. Mengingat saya dalam kondisi haid, segera saya memasuki kamar mandi untuk bebersih terlebih dahulu. Tak lama, briefing dimulai untuk menjelaskan beberapa hal, seperti "Nanti ada backup", "Kalau gak kuat istirahat aja dulu", "Kalau butuh P3K ada di Om Woro", "Kalau dengar atau lihat macam-macam, diemin aja jangan diceritain". Baiklah, tapi yang paling menarik buat saya adalah kenyataan kalau saya tidak harus membawa tas! Jadilah saya hanya membawa jaket, sebotol air putih, kamera, dan handphone.
-
Awal perjalanan terasa menyenangkan, walaupun lebih banyak menunduk, saya sangat menikmati beberapa spot di mana saya bisa melihat bintang yang ada di langit atau lampu-lampu yang terlihat kecil di bawah. Jalanan semen mulai hilang dan digantikan tanah, tak lama kemudian, kami melewati jembatan dari bambu sebelum akhirnya menempuh jalanan yang sebenarnya, jalur tanah dan batu-batuan menanjak - dengan saya tetap bersama dengan Dian yang sudah lebih berpengalaman.
Makin ke atas, jalanan seakan berubah menjadi deretan bongkahan bebatuan. Beberapa kali saya memilih berhenti sejenak, berdiri, minum, dan yang jelas, mengatur nafas. Katanya, perjalanan menuju puncak butuh waktu 2-3 jam. Oh ya, ada pula cerita sepatu saya yang bagian solnya mulai lepas, tapi tidak saya lepas, yang membuat saya kadang terserimpet.
Saat beberapa orang mulai berteriak "Udah nih di atas sampai", saya akhirnya memberanikan diri meminta Dian untuk jalan terlebih dahulu, "Sudah sedikit lagi, lagijuga langitnya sudah mulai berubah warna", pikir saya. Dan memang benar, setelah beristirahat, saya memulai sedikit perjalanan dan dihadapkan pada daerah luas yang cukup landai, pemandangannya pun terlihat cantik.
Puncak? Bukan ternyata :)
Dari tempat saya berdiri, seperti ada gunung lagi di seberang, beberapa teman bahkan sudah mulai berjalan. Baiklah. Untuk perjalanan lanjutan ini, rutenya adalah turunan terlebih dahulu dan kali ini, partner saya menjadi Bang Ijal. Berkali-kali kami bergantian terpeleset dan jatuh, dibandingkan mengeluh, saya sibuk menjerit dan tertawa.
Setelah melewati turunan dari tanah tersebut, medan perjalanan berubah menjadi bebatuan yang harus didaki sambil memegang tali yang sudah disiapkan. Tidak hanya tali yang ada dari sana, dari tim trip kami pun sudah menyediakan beberapa tali webbing dengan beberapa orang yang menjadi pemegangnya. Sebenarnya ini terasa lebih seru menurut saya, apalagi langit sudah semakin cerah sehingga saya tidak perlu lagi memegang senter.
Tidak butuh waktu terlalu lama, tidak perlu banyak beristirahat, kami akhirnya tiba di puncak Gunung Parang. Terlihat beberapa orang sudah lebih dulu tiba dibanding kami, menikmati keindahan alam dari ketinggian 930 mdpl.
Waduk Jatiluhur, Gunung Bongkok, dan Gunung Lembu menjadi pemandangan yang menarik. Permainan warna biru langit dan hijaunya tanaman pun memanjakan mata saya. Belum lagi, sinar matahari pagi yang perlahan menjadi semakin terang, menghangatkan. Jadi begini rasanya, ternyata seru!
Setelah puas berfoto, saya mulai kembali turun. Kali ini, saya kembali berganti partner, yang saya ingat, ada beberapa perempuan dengan Bang Tuplo sebagai backup yang memimpin perjalanan. Rasanya perjalanan pulang ini lebih ringan, tapi juga lebih effort dibandingkan saat berangkat. Turun naik bebatuan, beberapa kali terpeleset karena sepatu yang sudah licin, dan bahkan, terus berjalan tanpa istirahat membuat kaki saya benar-benar gemetaran.
Begitu tiba di basecamp dan menyadari kalau kami termasuk kloter awal yang sampai, saya langsung cepat-cepat berganti pakaian, lalu menyelonjorkan kaki di tempat saya tidur semalam. Apa itu mandi? Apa itu makan? Hanya istirahat yang ada di pikiran saya - dan memang saya lakukan sampai menjelang kepulangan. Oh ya, jangan harap tidak makan karena menjelang pulang, saya bahkan dipanggil oleh Dian dan Mba Devi untuk ikut makan bersama mereka.
Perjalanan pulang kurang lebih sama seperti berangkat, kembali naik truk, kembali naik kereta. Bedanya, saya lebih banyak tertidur. Lelah memang, tetapi senang. Ini perjalanan pertama saya yang membuat saya penasaran dan ingin mencoba lagi.
Oh ya, terima kasih Gunung Parang (930 mdpl) untuk memorinya. Terima kasih juga untuk semua teman-teman yang sudah membantu, menemani, atau mengajak ngobrol ya. See you on the next trip!
10 comments
🤔🤔
ReplyDeletegood writing, but better with words that are more simple & interesting to the reader ..
Good luck 👍👍
currently i'm trying to write in another style hehe but thank youuu!
DeleteWahhh seru...jadi mau nanjak sm kak desi
ReplyDeleteaduh ini siapa, pakenya unknown ga keliatan :(
DeleteBagus ya gunung parang... jadi mau kesana 😂
ReplyDeleteiyaah cantik :"")
DeleteBulan lalu saya juga pertama kalinya nyoba naik gunung. Pangrango. Temen2 saya rada2 emang, sekalinya ngajak malah gunung yg tingginya 3ribuan. Alhasil, pas turunnya kaki cidera juga. Gakuat. Lemah syekali diri ini. XD
ReplyDeleteTapi klo kapok sih nggak. Masih penasaran ama samudra awan. Pengin liat langsung.
Moga berjumpa ama gunung2 lainnyaaa...
KAKKKK YA ALLAH ITU MAH TINGGI BGT AKU GAK BAKAL DIIZININ JUGA :)) Persiapannya gimana kah? Tapi puas kan pas sampai puncak? Hehehe
DeleteSalam kunjungan dan follow :)
ReplyDeletehai hai :)
Delete